Mendidik Agama Pada Anak
24 December 2013
Add Comment
Mendidik Agama Pada Anak. Tujuan
dasar agama adalah untuk mendidik umat manusia, dan mengembangkan
kecenderungan spiritual dan moral dalam diri mereka. Dalam keluarga,
orang tua merupakan teladan pertama bagi anak-anak. Dari orang tua,
mereka belajar nilai-nilai moral dan religi, serta seluruh perilaku
sehari-hari. Keluarga adalah pusat perpindahan nilai-nilai moral,
keyakinan beragama, dan norma-norma sosial dari satu generasi ke
generasi berikutnya, juga harus menciptakan kondisi untuk pengembangan
jiwa dan emosional anggotanya.
Keluarga merupakan sebuah institusi dengan kapasitas besar
dalam mendidik anak-anak secara Islami. Berdasarkan penuturan para pakar
psikologis, keluarga harus mengarahkan anak-anak kepada agama dan
spiritual sejak usia dini. Tapi terkadang, orang tua dan tenaga pengajar
dengan niat baik mengajarkan kepada anak-anak nilai-nilai agama, tanpa
mengenal dengan baik kondisi kejiwaan dan mental mereka. Padahal
kekeliruan ini akan membebani mental anak-anak. Metode pendidikan agama
untuk anak harus dikemas dalam bentuk sederhana dan penuh keceriaan,
tapi metode ini harus berdampak positif bagi perilaku dan etika mereka.
Salah satu tujuan penting pendidikan adalah tenaga pendidik harus
mempunyai kontrol internal terhadap dirinya, mereka juga harus punya
kekuatan mengawasi dan mengevaluasi perilakunya sendiri. Pendidikan
agama bertujuan membangkitkan rasa berketuhanan dalam diri seseorang,
sehingga ia bisa memahami peran konstruktif agama dalam kehidupan.
Manusia tidak hanya mengenal kulit luar agama saja, tapi harus mampu
menyelam hingga ke tataran makrifat.
Para psikolog mengatakan, ketika motivasi beragama telah tumbuh dalam
diri manusia khusunya anak-anak, hal ini secara otomatis memiliki
dampak mendidik bagi landasan perilaku, emosional, dan mental seseorang.
Untuk mengembangkan rasa beragama dalam diri anak, seorang pendidik
dituntut untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan rasa mencari kebenaran
dalam diri mereka. Disamping itu, pengetahuan anak-anak tentang indahnya
hidup beragama juga perlu ditingkatkan. Tujuan ini akan terealisiasi
dengan memperhatikan metode yang benar, yaitu materi pendidikan
disampaikan dengan memperhatikan kesiapan mereka dan tidak ada unsur
paksaan.
Seorang psikolog dan pakar pendidikan, Sajidi mengatakan, “Merasa
cukup dengan metode sederhana dan instant merupakan salah satu kelemahan
pendidikan agama dalam lingkungan keluarga. Padahal untuk menuai
kesuksesan dalam hal ini, adalah penerapan metode pendidikan agama
berkelanjutan hingga tertanam dalam pikiran dan benak anak-anak. Cara
efektif ini merupakan bentuk internalisasi pendidikan agama yang harus
diterapkan sejak usia dini dengan pengawasan rutin guna mencapai hasil.
Jika kewajiban menjalankan perintah agama di tanam sejak masa kecil, ini
artinya menuntun mereka dari masalah yang sederhana ke hal yang rumit,
dan dari kulit luar ke masalah substansial. Ketiadaan kontinuitas dalam
bidang agama membuat segala usaha sia-sia. Oleh sebab itu, pendidikan
agama harus berkelanjutan hingga tertanam dalam diri anak-anak.”
Berkenaan dengan tema ini, Sajidi menambahkan, “Menapak jalur
pendidikan dan pengajaran sama dengan melangkah di jalan yang penuh
lika-liku, dan lika-liku ini akan berakhir di puncak yang tinggi. Oleh
karena itu, jika manusia dibiarkan menapaknya sendiri dan tanpa
bimbingan, niscaya ia akan kehilangan arah. Pendidikan akan terealisasi
jika dilakukan dengan sungguh-sungguh dan berkesinambungan, sebagaimana
yang pernah dilakukan oleh para nabi. Para pribadi agung ini menjadikan
fitrah manusia sebagai sasaran dakwahnya, sebab, pendidikan agama
berhubungan langsung dengan fitrah yang bersih. Pendidikan ini akan
membuahkan hasil jika disampaikan dengan lembut, penuh toleransi, dan
jauh dari unsur paksaan.”
Seorang psikolog Iran lainnya, dr. Abdul ‘Azim Karimi mengatakan,
“Hal lain yang menjadi penghambat pendidikan agama adalah bersikap
ekstra ketat dan memaksa anak-anak untuk melakukan perkara yang sulit.
Sebenarnya anjuran untuk bersikap lembut dan toleran dalam pendidikan
agama bertujuan untuk menghilangkan kesan kaku dari orang tua di mata
anak-anak. Ini bukan berarti toleransi berlebihan atau melepas mereka
secara bebas, akan tetapi langkah-langkah efektif akan berhasil dengan
tetap menjaga keseimbangan dan proporsional dalam menerapkan pola
pendidikan agama.”
Jika kewajiban menjalankan perintah agama diajarkan secara lembut dan
penuh kesadaran kepada anak-anak, secara perlahan, mereka akan terbiasa
dalam menjalankan perintah agama dan menyenangkan. Orang tua sukses di
satu sisi menciptakan suasana riang bagi putra-putrinya dalam
menjalankan perintah agama, tapi di sisi lain, mereka juga berupaya
untuk menumbuhkan tingkat pengenalan mereka. Membiasakan anak-anak untuk
menjalankan perintah agama, sama sekali tidak bertentangan dengan
perilaku sadar dan pengembangan rasa bermazhab dalam diri mereka. Sama
halnya dengan membiasakan anak-anak untuk belajar pada waktu tertentu,
kegiatan ini bukan berarti mengabaikan substansi belajar itu sendiri.
Sebenarnya, menumbuhkan kebiasaan melakukan sesuatu di segala bidang
termasuk kewajiban agama, akan menghilangkan kendala kehendak untuk
melakukan sesuatu dan menjamin kelangsungannya.”
Hal penting lainnya dalam pendidikan agama, tenaga pendidik dan orang
tua dituntut untuk menjalankan kewajiban-kewajiban agama. Jika para
pendidik menjadikan dirinya sebagai teladan praktis dalam masalah ini,
maka hal ini akan berdampak efektif bagi kepatuhan anak-anak dalam
menjalankan kewajiban agama mereka. Sebagaimana para psikolog juga
mengatakan: “Belajar dengan sarana visual adalah metode terbaik dalam
mendidik anak.” Imam Jakfar Shadiq as berkata, “Ayahku Imam Muhammad
al-Baqir selalu mengingat Allah Swt. Saat aku berjalan bersamanya, aku
menyaksikan beliau as sedang sibuk berzikir, sering kali aku melihat
beliau as berzikir kepada Allah Swt, bahkan saat beliau as sedang
berbicara dengan masyarakat. Pembicaraan ini tidak melupakan beliau as
dari mengingat Allah Swt. Ayahku selalu mengumpulkan kami sebelum terbit
matahari, lalu ia mewasiatkan kepada kami untuk membaca al-Quran bagi
yang bisa, dan berzikir kepada Allah Swt bagi yang belum bisa membaca
al-Quran.”
Kisah yang baru saja Anda simak, memuat dua pelajaran penting.
Pelajaran pertama, Imam Muhammad al-Baqir as sendiri adalah teladan
praktis dalam berzikir kepada Allah Swt, ucapan beliau as adalah
cerminan perbuatannya. Pelajaran kedua, tidak membiarkan anak-anak
berjalan sendiri tanpa bimbingan, tetapi di samping memberi kebebasan,
juga menyiapkan ruang untuk perkembangan spiritual. Dan lewat berbagai
trik, menguatkan motivasi dan kecintaan berinteraksi dengan Allah Swt
dalam diri mereka.
Link will be apear in 15 seconds.
Well done! you have successfully gained access to Decrypted Link.
0 Response to "Mendidik Agama Pada Anak"
Post a Comment